Seruan Pemuka Lintas Iman untuk Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)

Jakarta, kabarsenayan.com. Kira-kira setahun lalu atau tepatnya 21 Maret 2023, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai RUU Inisiatif DPR. Keputusan pengesahan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada 21 Maret 2023 yang dipimpin Ketua DPR RI, Puan Maharani.

Namun setahun sudah berlalu, tak kunjung ada kabar baik tentang perkembangan RUU Perlindungan PRT. Selama setahun ini misalnya, kurang lebih 200 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi sipil untuk RUU PPRT sudah menggelar berbagai aksi dan pertemuan dengan anggota DPR RI untuk menindaklanjuti hasil rapat paripurna ini. Para Pekerja Rumah Tangga (PRT) juga setiap hari sudah melakukan aksi di depan DPR untuk pengesahan RUU ini. Respon diberikan oleh hampir semua partai, namun tidak dengan dengan Ketua DPR RI, Puan Maharani. Hingga hari ini, mbak Puan Maharani masih bergeming dengan teriakan organisasi perempuan dan seruan para PRT di depan DPR.

Padahal masa waktu untuk memperjuangkan RUU PPRT ini tinggal 4 bulan, jika mbak Puan Maharani tak juga menyepakati RUU ini harus dibawa ke Bamus DPR RI dan dibahas dalam rapat paripurna DPR RI, maka RUU ini akan diperjuangkan kembali dari awal lagi di masa pemerintahan yang baru, yang artinya memulai semua prosesnya dari nol. Kondisi ini akan sangat melelahkan dimana para PRT harus membuat draft baru RUU PRT karena perjuangan ini sudah memakan waktu lama, yaitu selama 20 tahun

Dalam masa-masa kritis yang kurang lebih tinggal 4 bulan ini, maka Koalisi Sipil untuk RUU PPRT akan melakukan serangkaian aksi di beberapa kota di Indonesia. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kemarahan pada mbak Puan yang tak juga bergerak padahal sudah ditunggu banyak perempuan di depan DPR setiap hari.

Dukungan untuk menagih janji mbak Puan Maharani ini juga hadir dari para pemuka lintas iman. Para pemuka lintas iman menyadari bahwa kekerasan yang menimpa PRT merupakan masalah kemanusiaan yang tak boleh dibiarkan, karena agama tidak mengajarkan kekerasan. Jika DPR RI tak juga mengesahkan RUU PPRT, maka kekerasan demi kekerasan akan terus terjadi pada PRT. Nilai-nilai non kekerasan ini nyata dalam ajaran agama. Buddhisme, misalnya, mendorong pengikutnya untuk peka terhadap penderitaan atau dukkha. Nilai kekristenan juga melarang untuk menginjak orang yang kesusahan. Pun Islam mempromosikan keadilan dan persamaan serta menyingkirkan semua bentuk penindasan.

Permintaan para pemuka lintas iman tak hanya dilakukan sekali, tetapi sudah berulangkali, namun Mbak Puan Maharani tetap bergeming.

Selanjutnya para pemuka lintas iman dalam konferensi pers 19 Maret 2023, hari ini menyatakan bahwa agama tak memperbolehkan kekerasan dibiarkan saja. Maka satu-satunya jalan dalam melepaskan kekerasan yang dilakukan PRT, adalah dengan mengesahkan RUU PPRT.

Dari segi kebijakan pun jelas. Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 memandatkan pemenuhan hak negara Indonesia atas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-haknya, apa pun profesinya. Seluruh regulasi dan instrumen HAM secara internasional dan nasional ini memperkaya atau saling mempengaruhi perspektif agama dan kemanusiaan. Keduanya menjadi satu paket bagi para PRT.

Selain melakukan konferensi pers atas keprihatinan dan desakan pada Mbak Puan Maharani, para pemuka lintas iman juga akan mengadakan doa tadarusan di depan DPR pada 21 Maret 2024. Doa tadarusan ini dilakukan oleh berbagai pemuka lintas iman, antara lain Alisa Wahid/ Wakil Ketua PBNU, Pater Martin Jemarut Pr/ Sekretaris Komisi KPP KWI, Pendeta Gomar Gultom/ Ketua Umum PGI, Nasaruddin Umar, dll

“Undang-undang ini diperlukan agar semua tahu bagaimana memperlakukan PRT, bagaimana memperlakukan keadilan bagi PRT, karena PRT adalah orang-orang yang dilemahkan. Keluarga adalah wakil Tuhan untuk memberikan keadilan dan memperjuangkan para PRT di rumah. Semoga wakil rakyat di DPR mengesahkan ini,” kata Alisa Wahid

Pendeta Gumar Goltam, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) menyatakan bahwa tidak selayaknya para PRT mengalami perbudakan modern di zaman ini.

“Kami di persekutuan gereja-gereja, kami ikut tersakiti disini jika para PRT tidak mendapatkan haknya, mengalami kekerasan atau ketika mereka hidup terlunta atau mengalami hal yang tak wajar. Ini namanya merobek hati kami, karena martabat PRT harus dihargai. Kami meminta seluruh warga gereja untuk memasukkan keadilan bagi PRT di gereja-gereja di Indonesia dan mendorong parlemen sesegera mungkin untuk membahas RUU ini menjadi UU.”

Atas kondisi ini, maka Koalisi Sipil untuk RUU PPRT menyatakan:

1. Sahkan RUU PPRT karena banyak PRT yang sudah menjadi korban kekerasan, agama tak boleh membiarkan adanya kekerasan
2. Mendesak Ketua DPR RI, Puan Maharani untuk bertemu para PRT, aktivis perempuan dan aktivis lintas iman untuk mendengarkan dengan kesungguhan hati cepat mengesahkan RUU PPRT
3. Meminta presiden untuk mendesak Ketua DPR RI agar mengesahkan RUU PPRT

Para tokoh lintas iman mengajak masyarakat untuk melakukan doa bersama atau tadarusan mulai malam ini, 19 Maret 2024 jam 19.00 WIB di rumah masing-masing, dan dilanjutkan tadarusan atau doa bersama pada 21 Maret 2024 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.