Guru merupakan bagian penting dalam pendidikan. Sebagai pengajar sekaligus fasilitator, guru menjadi kunci keberhasilan berbagai kebijakan pendidikan pemerintah, seperti kurikulum. Tanpa guru, cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa mustahil tercapai. Walau berperan penting, potret guru di Indonesia masih buram oleh banyaknya masalah. Beragam faktor mulai dari masalah di ruang kelas hingga pembuat kebijakan membuat guru tak mampu berperan maksimal dalam memajukan pendidikan.
Hasil pemetaan masalah oleh Indonesia Corruption Watch menguak setidaknya ada enam masalah pokok yang berkaitan dengan guru. Sebagian besar bersumber dari faktor eksternal terutama berkaitan dengan kebijakan dan koordinasi antar-instansi. Pemetaan dilakukan di Lebak, Pandeglang, Bandung, Jakarta, Garut, Kediri, dan Tasikmalaya. Keenam masalah pokok ini adalah: (1) rekrutmen guru; (2) guru, status, dan kesejahterannya; (3) pengembangan karir guru; (4) distribusi guru yang tidak merata; (5) manajemen guru secara nasional: sentralisasi atau desentralisasi; dan (6) politisasi guru.
“Untuk rekrutmen guru, misalnya, tidak ada standarisasi proses rekrutmen yang jelas. Masalah rekrutmen sudah dimulai di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang umumnya menjadi pilihan kedua atau ketiga bagi anak-anak terbaik,” kata Ade Irawan dari Indonesia Corruption Watch yang merupakan salah satu penggerak Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP). “Carut marut dalam mekanisme rekrutmen juga secara perlahan telah membentuk kastanisasi dalam guru. Walau secara umum kewajiban guru PNS, guru honor daerah, dan guru honor sekolah sama, tapi haknya berbeda.”
ICW juga menemukan bahwa belum ada kebijakan maupun mekanisme yang menggambarkan dengan jelas tahapan karir guru. Guru-guru berstatus pengawai negeri memperoleh ruang yang lebih besar untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan dibanding guru-guru honorer atau guru swasta. Evaluasi kinerja yang terkait dengan kebutuhan peningkatan kapasitaspun tidak dijalankan dengan baik.
Selain masalah tersebut, masalah klasik terkait distribusi guru yang tidak merata tetap tak terselesaikan. Manajemen guru secara nasional dan perdebatan panjang terkait sentralisasi atau desentralisasi pengelolaan guru menambah panjang masalah.
“Guru kerap dijadikan sebagai objek untuk kepentingan politik terutama di daerah. Mereka dimanfaatkan sebagai ‘mesin pemenangan’ calon kepala daerah. Di beberapa daerah antara lain Kabupaten Pandeglang, jabatan guru kerap dijadikan sebagai ‘pembuangan’ bagi pengawai negeri yang tidak mendukung pemenang pemilihan,” ujar Ade Irawan.
Oleh karena itu harus ada upaya serius dan sistematis guna mengurai berbagai permasalahan guru. Harus ada upaya yang lebih terstruktur dan sistematis dalam rangka meningkatkan kualitas guru. ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan mengusulkan beberapa rekomendasi yaitu:
a. Pemerintah dan pemerintah daerah membuat pemetaan yang lebih sistematis guna mendapatkan gambaran masalah dan kebutuhan guru. Gambaran yang lebih sistematis akan membuat pemerintah bisa menentukan prioritas dan metoda penyelesaian masalah sehingga kebijakan yang digulirkan tidak lagi parsial.
b. Harus ada penguatan koordinasi antar-instansi terutama pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka memperbaiki mekanisme rekrutmen, peningkatan kesejahteraan, peningkatan kompetensi dan karir, serta evaluasi guru.
c. Mencegah berkembangnya kastanisasi dalam guru di sekolah antara lain dengan cara memperbaiki mekanisme rekrutmen dan memperjelas hak-hak maupun kewajiban untuk guru-guru honorer.
d. Pemerintah harus ‘mengontrol’ kualitas dan jumlah lulusan LPTK negeri maupun swasta agar calon guru memiliki kompetensi yang bagus.
e. Pemerintah mengantisipasi politisasi guru menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dengan cara membuat edaran kepada daerah-daerah yang menyelenggarakan pemilihan agar tidak melibatkan guru dalam proses kampanye dan membuat mekanisme pengaduan bagi guru-guru yang dipaksa untuk terlibat dalam proses pemenangan maupun dikorbankan pasca-pemilihan.